Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik, dan kultural. Dasar hukum AMDAL adalah peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".
TUJUAN AMDAL Tujuan
umum AMDAL “Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan
pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin” dengan
demikian: AMDAL diperlukan untuk
menunjang pembangunan yang berwawasan lingkungan. AMDAL berguna untuk mengurangi dampak negatif
dan menyempurnakan dampak positif terhadap lingkungan. AMDAL merupakan perangkat yang sangat berguna
bagi pemodal suatu usaha, pemerintah dan masyarakat
Dokumen AMDAL terdiri dari :
- Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
- Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
- Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
- Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
AMDAL digunakan untuk:
- Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
- Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
- Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
- Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
- Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
- masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Permasalahan klasik AMDAL seperti
kegiatan konstruksi sudah dimulai sebelum izin lingkungannya terbit tetap terjadi.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang sudah tegas menyebutkan ada sanksi pidana bagi
pelanggarnya tetap saja tanpa taji.
INSTANSI YANG BERTANGGUNGJAWAB Instansi yang berwenang memberikan keputusan
tentang pelaksanaan rencana usaha dan kegiatan
Dengan pengertian bahwa kewenangan berada pada menteri atau pimpinan
lembaga pemerintah non departemen yang membidangi usaha atau kegiatan yang
bersangkutan dan Pada gubernur kepala
daerah tingkat I untuk usaha atau kegiatan yang berada di bawah kewenangannya.
CONTOH
Kasus Hambalang adalah salah
satunya. Meskipun izin lingkungannya belum ada karena dokumen AMDALnya belum
kelar pembangunan tetap dilaksanakan. Berita terbaru Media Indonesia
menyebutkan bahwa Kemenpora baru mengajukan permohonan kepada Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Bogor. Sementara itu, instansi yang bersangkutan melalui juru
bicara Bupati Bogor, David Rizar Nugroho, mengatakan pihaknya saat ini belum
mengeluarkan surat AMDAL untuk proyek Hambalang. Artinya AMDALnya memang
belum selesai.
Kasus Hambalang bukan satu-satunya
pelecehan terhadap UU 32/2009 tersebut. Pada Rakornas AMDAL beberapa tahun yang
lalu, KLH mengeluhkan bahwa pelanggar-pelanggar tersebut kebanyakan adalah
proyek-proyek pemerintah. KLH tidak bisa menghentikan kegiatan-kegiatan yang
melanggar tersebut karena tidak memiliki kewnangan. Apalagi sebagian adalah
kegiatan pembangunan infrastruktur yang sangat penting untuk masyarakat,
seperti pelabuhan, jalan dan sebagainya.
Instansi teknis pelaksana
proyek-proyek tersebut menganggap AMDAL sebagai penghambat pembangunan dan
berlindung di balik alasan kepentingan masyarakat yang mendesak. Ketika proyek
tersebut mendatangkan bencana, KLH selalu menjadi pihak yang disalahkan karena
dinilai tidak memantau pelaksanaan AMDALnya dengan baik.
Sungguh ironis, ketika hukum akan
ditegakkan, pemerintah sendiri yang justru melecehkan hukum yang dibuatnya
sendiri. UU 32/2009 Padahal pasal 109 UU di atas menyebutkan bahwa setiap orang
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dapat
dipidanakan.
Dengan kondisi demikian, apakah
pemerintah juga bisa tegas menindak pelanggar-pelanggar hukum lingkungan yang
lain? Perusahaan-perusahaan swasta yang operasinya berpengaruh signifikan
terhadap alam perlu mendapat contoh tauladan dari pemimpinnya.
Mudah-mudahan kasus Hambalang bisa
menyadarkan para pemangku jabatan di negeri ini sehingga alam tidak menegur
kita melalui bencana-bencana yang beruntun terjadi.
Sumber :