Selasa, 09 Juni 2015

konservasi arsitektur di Asia Tenggara


BK Borobudur


Balai Konservasi Borobudur merupakan Unit Pelayanan Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Berdirinya Balai Konservasi Borobudur tidak lepas dari Proyek Pemugaran Candi Borobudur tahun 1973 – 1983. Pada awalnya untuk menangani Candi Borobudur yang telah selesai dipugar memerlukan perawatan, pengamatan dan penelitian secara terus menerus oleh karena itu, maka pada tahun 1991 berdirilah Balai Studi dan Konservasi  Borobudur. Pada tahun 2006 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.40/OT.001/MKP-2006 tanggal 7 September 2006 berubah namanya menjadi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Pada tahun 2011 bidang kebudayaan kembali bergabung ke dalam Kementerian Pendidikan Nasional yang kini menjadi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2012 kembali berubah nama menjadi Balai Konservasi Borobudur. Sebenarnya pada awalnya merupakan bentuk lain dari Centre for Borobudur Studies yang berfungsi sebagai pusat pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dalam bidang konservasi dan pemugaran. Beberapa fasilitas pendukung dan tenaga teknis yang menguasai bidang pelestarian, khususnya pemugaran dan konservasi, mengantarkan Balai Konservasi Borobudur menjadi pelaksana pelatihan tenaga teknis konservasi dan pemugaran untuk institusi tingkat nasional dan internasional. Di samping itu Balai Konservasi Borobudur juga membantu konservasi peninggalan sejarah dan purbakala di seluruh Indonesia, bahkan di negara Asia Tenggara.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2012 yang ditetapkan pada tanggal 20 juli 2012, Balai Konservasi Borobudur mempunyai tugas pokok melaksanakan kajian di bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, arkeologi, dan melaksanakan pelatihan tenaga teknis konservasi serta perawatan Borobudur dan peninggalan purbakala lainnya. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Balai Konservasi Borobudur mempunyai fungsi sebagai berikut :
Pelaksanaan kajian konservasi terhadap aspek teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia dan arkeologi Candi Borobudur dan cagar budaya lainnya.
Pelaksanaan pengamanan, pemeliharaan, dan pemugaran Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon
Pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon
Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon
Pelaksanaan kemitraan dibidang konservasi, pelestarian Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon
Pelaksanaan pengembangan metode dan teknik konservasi cagar budaya
Fasilitasi pelaksanaan kajian konservasi Candi Borobudur dan candi lainnya serta pengembangan tenaga teknis peninggalan purbakala; dan
Pelaksanaan urusan ketatausahaan Balai Konservasi Borobudur.
Untuk menunjang fungsi tersebut, Balai Konservasi Borobudur, dilengkapi berbagai fasilitas penunjang, apalagi Candi Borobudur yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia (World Heritage) dengan Nomor 592 pada tahun 1992. Balai Konservasi Borobudur memiliki laboratorium kimia, mikrobiologi, fisik/petrografi, dan SEM (scaning electron microscope) dan laboratorium lapang. Keberadaan laboratorium ini untuk mengembangkan berbagai metode konservasi dan kajian konservasi baik dari batu, bata, kayu, dan lainnya. Selain itu juga digunakan untuk uji coba bahan konservasi sebagai bahan pengganti yang lebih aman, efektif dan efisien. Bahan-bahan yang telah diuji direkomendasikan untuk pelaksanaan konservasi benda cagar budaya di Indonesia. Balai Konservasi Borobudur melakukan kemitraan dengan berbagai universitas dan institusi lain baik dari Indonesia maupun luar negeri. Beberapa kerjasama kemitraan dilakukan seperti membantu pelaksanaan analisis sampel, tempat pemagangan mahasiswa yang sedang melaksanakan penelitian, maupun kerja sama pengembangan metode dan teknik konservasi dengan negara lain. Dalam pelaksanaan kajian/studi  bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi di lingkungan Candi Borobudur serta peninggalan purbakala lainnya Balai Konservasi Borobudur melakukan kerjasama dengan melibatkan pakar dari beberapa universitas di Indonesia sebagai nara sumber. Selain itu Balai Konservasi Borobudur melaksanakan pelatihan tenaga teknis konservasi, pemugaran, dokumentasi, dan satuan pengaman warisan dunia secara rutin .
Selain kegiatan pengembangan konservasi Balai Konservasi Borobudur juga mengelola berbagai arsip foto, gambar, buku, dan lainnya pada masa pemugaran Candi Borobudur yang kedua dan untuk upaya pelestarian Candi Borobudur melaksananakan Kegiatan monitoring Candi Borobudur secara kontinyu.
Lima Pilar Utama
Mencermati fungsi Balai Konservasi Borobudur, terdapat lima pilar utama yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan upaya pelestarian terhadap Candi Borobudur sekaligus untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Balai Konservasi Borobudur. Lima pilar utama tersebut sebagai berikut:
1. Kelestarian Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia
Candi Borobudur pertama kali dipugar pada tahun 1907-1911 oleh van Erp untuk memperbaiki dan mengembalikan bagian Arupadatu dan stupa induk. Pemugaran kedua pada tahun 1973-1983 oleh pemerintah Indonesia yang dibantu dari UNESCO dan negara-negara donor. Pemugaran tahap kedua adalah untuk memperbaiki dan mengembalikan bagian Rupadatu (tubuh candi). Meskipun pemugaran dinyatakan sudah selesai, tetapi masih meninggalkan pekerjaan besar yaitu pemeliharaan, perawatannya, dan pelestariannya sebagai Warisan Dunia. Candi Borobudur sebagai salah satu karya besar nenek moyang bangsa Indonesia dan sudah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Heritage) tentunya memerlukan pemeliharaan, perawatan, dan upaya pelestarian  secara khusus sesuai dengan standard pemeliharaan sebagai tinggalan Warisan Dunia.
Pada kenyataannya kelestarian Candi Borobudur tentunya sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah aspek bahan dan aspek konstruksi bangunan candi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kelestarian Candi Borobudur adalah faktor lingkungan, baik yang bersifat biotis (lumut, algae, dan jasad renik lainnya) dan yang bersifat abiotis (panas matahari, hujan, kelembaban, dan sebagainya). Kedua faktor yang tersebut saling berinteraksi yang pada akhirnya dapat  mempengaruhi kelestarian terhadap Candi Borobudur. Lebih-lebih bangunan Candi Borobudur berada di tempat yang terbuka sehingga faktor lingkungan yang bersifat abiotis, khususnya pengaruh air hujan, sangat berpengaruh terhadap kelestarian bangunan Candi Borobudur.
Selain itu itu juga ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kelestarian Candi Borobudur sebagai dampak negatif dari pemanfaatan sebagai obyek wisata. Pemanfaatan yang intensif sebagai obyek wisata antara lain dapat mengakibatkan tekanan pada daya dukung (carrying capasity) baik terhadap bangunan candi maupun lingkungan.
Oleh karena itu, untuk meminimalisasi kerusakan akibat faktor-faktor penyebab kerusakan dan dampak negatif dari pemanfaatan dilakukan berbagai bentuk monitoring secara kontinyu. Monitoring yang kontinyu ini juga bertujuan untuk menciptakan kondisi keterawatan (state of conservation) sesuai standard keterawatan sebagai Warisan Dunia. Monitoring rutin yang dilakukan terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya antara lain:
Monitoring dan Evaluasi Keterawatan Batu Candi
Monitoring dan Evaluasi Stabilitas Candi dan Bukit
Observasi Dampak Lingkungan
Monitoring Geohidrologi
Observasi Kawasan
2. BKB sebagai pusat studi dan kajian konservasi
Konservasi merupakan tindakan pelestarian yang dilakukan untuk memelihara dan mengawetkan benda cagar budaya dengan cara modern maupun tradisional sebagai upaya untuk menghambat kerusakan dan pelapukan lebih lanjut. Konservasi terhadap benda cagar budaya di Indonesia telah mengalami berbagai perkembangan, baik secara metode, teknik, maupun prosedur teknis. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan tentang ilmu bahan (material), pengetahuan tentang proses kerusakan (degradasi) bahan, pengetahuan tentang bahan-bahan konservan, pengetahuan tentang metode konservasi, dan sebagainya.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, penanganan konservasi tentunya dipengaruhi oleh faktor eksternal, khususnya faktor iklim mikro setempat. Hal ini karena benda cagar budaya  umumnya rentan dari pengaruh faktor iklim. Oleh karena itu masalah konservasi dapat menjadi masalah yang kompleks jika berbagai faktor sudah saling memberikan pengaruh.
Kompleksitas masalah konservasi terhadap benda cagar budaya tentunya menjadi tantangan bagi Balai Konservasi Borobudur untuk melakukan berbagai studi dan kajian bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi. Studi dan kajian lintas disiplin ilmu tersebut diarahkan untuk menghasilkan metode baru yang lebih sesuai dalam hal konservasi terhadap benda cagar budaya.
Untuk mengembangkan metode konservasi tersebut maka Balai Konservasi Borobudur secara berkelanjutan melakukan studi dan kajian bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi terhadap Candi Borobudur maupun peninggalan purbakala lainnya. Selain itu, metode konservasi dengan cara tradisional, khususnya pengawetan kayu dan logam, sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai local genius yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun local genius yang merupakan bagian dari kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang semakin hilang dan dilupakan. Oleh karena itu metode konservasi dengan cara tradisional perlu dinventarisir dan dikaji kembali secara ilmiah sehingga dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kegunaan dan kemanfaatannya untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Di samping itu,  dengan adanya perubahan iklim global yang berupa pemanasan global (global warming) tentunya menjadi tantangan bagi para konservator untuk mengembangkan metode, teknik, dan prosedur konservasi sehingga dapat meminimalisir dampak negatif akibat pemanasan global.
Untuk mendukung studi dan kajian tersebut di Balai Konservasi Borobudur dilengkapi dengan Laboratorium Kimia, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Petrografi, Laboratorium SEM, Laboratorium Lapangan, Green House, Fotogrametri, dan Stasiun Klimatologi. Fungsi laboratorium tersebut sangat penting sebagai sarana untuk menganalisis data hasil studi dan kajian yang membutuhkan analisis laboratorium. Untuk itu maka keberadaan dan fungsi laboratorium juga perlu dikembangkan melalui pengembangan analisis laboratorium.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang strategis di bidang studi dan kajian konservasi maka diharapkan dapat menghasilkan metode-metode baru untuk penanganan konservasi benda cagar budaya, sekaligus dapat mengembalikan fungsi Balai Konservasi Borobudur sebagai  pusat studi dan kajian konservasi benda cagar budaya yang tidak saja bertaraf nasional tetapi bertaraf internasional.
3. Pengembangan SDM yang profesional
Salah satu Tupoksi Balai Konservasi Borobudur adalah melaksanakan pelatihan tenaga teknis di bidang konservasi peninggalan purbakala. Ini mengandung makna bahwa tenaga teknis di bidang konservasi perlu dipersiapkan dengan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan sehingga menjadi tenaga konservator yang siap pakai dan profesional. Lebih-lebih tenaga konservator merupakan SDM yang memiliki posisi pokok dalam upaya pelestarian terhadap benda cagar budaya.
Seiring dengan berjalannya waktu –dan sudah tidak mungkin dihindari–  adalah terjadinya pergantian generasi.  SDM generasi tua yang ahli di bidang pemugaran dan konservasi yang dahulu terlibat langsung dalam proyek restorasi Candi Borobudur tahun 1973-1983 sebagian besar sudah banyak yang memasuki masa pensiun. Bahkan pada dua atau tiga tahun ke depan tenaga-tenaga ahli dari generasi tua sudah pensiun semua. Pergantian generasi ini tentunya tidak hanya terjadi di lingkungan Balai Konservasi Borobudur saja tetapi juga di lingkungan semua BPCB.  Oleh karena itu kaderisasi dan regenerasi tenaga ahli di bidang pemugaran dan konservasi merupakan program yang harus diprioritaskan. Berkaitan dengan meningkatkan profesionalitas SDM di bidang konservasi dan pemugaran maka kegiatan diklat, bintek, pemagangan, dan sebagainya perlu diprogramkan secara berkesinambungan dan berkelanjutan sehingga dihasilkan generasi baru yang ahli di bidang konservasi dan pemugaran benda cagar budaya.
Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi maka pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) sudah memiliki kewenangan melakukan upaya-upaya pelestarian terhadap benda cagar budaya yang berada di wilayah masing-masing. Pelaksanaan kewenangan di setiap provinsi, kabupaten, dan kota tentunya mengandung konsekuensi perlunya ketersediaan SDM yang memiliki kemampuan di bidang pelestarian benda cagar budaya. Menyikapi kondisi demikian tentunya menjadi tantangan tersendiri, perlunya menyiapkan program diklat atau bintek yang dapat menghasilkan tenaga-tenaga pelestari benda cagar budaya di daerah otonom.
4. Publikasi dan penyebaran informasi
Dalam dunia maya yang dapat diakses melalui jaringan internet, nama Borobudur sudah menjadi ikon. Hal ini dapat dibuktikan ketika memanggil melalui search  dengan password  borobudur (atau kata-kata lainnya yang berkaitan dengan Candi Borobudur, misalnya stupa, relief, buddha, dan sebagainya) maka berbagai tulisan dan informasi tentang Candi Borobudur sudah disajikan oleh berbagai web site, home page, atau portal, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri. Bahkan kata borobudur tidak hanya berkaitan dengan Candi Borobudur saja tetapi juga berkaitan dengan nama hotel, travel biro, rumah makan, dan sebagainya. Ini semua menunjukkan dan memiliki makna bahwa Borobudur sudah mendunia melalui jaringan dunia maya atau internet. Oleh karena itu sangat strategis jika publikasi dan penyebaran informasi tentang Candi Borobudur melalui jaringan internet semakin dioptimalkan (lihat/buka: www.konservasiborobudur.org).
Dengan memanfaatkan secara optimal web site maka informasi tentang Candi Borobudur dengan berbagai bentuk upaya pelestariannya dapat disebarluaskan melalui jaringan internet. Lebih-lebih Candi Borobudur sebagai salah satu karya besar bangsa Indonesia yang mengandung berbagai ilmu pengetahuan ibarat sumur yang tidak pernah kering untuk diambil airnya. Selain itu melalui jaringan internet berbagai hasil studi dan kajian yang berkaitan dengan konservasi benda cagar budaya dapat dipublikasikan sehingga dapat diakses oleh masyarakat umum.
Publikasi dan penyebaran informasi tidak hanya melalui jaringan internet tetapi juga tetap memanfaatkan media publikasi, antara lain dalam bentuk buletin/jurnal, penerbitan buku, website, film dokumenter, pameran, dan sebagainya. Dengan melalui berbagai media maka masyarakat akan mendapatkan berbagai bentuk informasi tentang Candi Borobudur dan hal-hal yang berkaitan dengan upaya pelestarian benda cagar budaya.
5. Kerjasama antar pihak
Pada prinsipnya upaya pelestarian terhadap tinggalan budaya, dalam hal ini adalah benda cagar budaya, tidak dapat hanya dilakukan oleh satu pihak, tetapi harus sinergis antar pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu pemerintah, masyarakat, LSM, kalangan akademik, dan pihak-pihak terkait lainnya. Lebih-lebih Balai Konservasi Borobudur yang mengemban Tupoksi melaksanakan pemeliharaan Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia, melaksanakan studi/kajian di bidang konservasi, serta melaksanakan pembinaan dan pelatihan tenaga teknis konservasi, maka kerjasama dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait tidak hanya dalam perspektif pemeliharaan dan pengelolaan Candi Borobudur, tetapi juga untuk meningkatkan mutu hasil studi dn kajian di bidang konservasi. Oleh karena itu kerjasama dengan kalangan akademis dan perguruan tinggi perlu dibina dan dikembangkan, sehingga dapat terjalin hubungan kemitraan dalam mengembangkan studi dan kajian serta metode-metode baru dalam bidang konservasi.
Sumber :

konservasi arsitektur international


Konservasi Taj Mahal


Secara umum diketahui bahwa konflik sosial di India dipicu oleh persoalan agama, misalnya antara Hindu dan Islam. Sentimen itu makin kental selepas peristiwa serangan teror di Mumbai pada 26 November tahun lalu. Namun harus diakui pula bahwa Taj Mahal yang megah dan anggun itu mengangkat India menjadi terkenal justru diba­ngun seorang raja dari dinasti Islam yang bernama Shah Jehan.
Raja yang berkuasa antara tahun 1628 sampai 1666 itu mulai pembangunan monumen agung tersebut pada 1632 dan baru rampung 22 tahun kemudian. Bangunan megah yang disebut sebagai Crown Palace itu dia dedikasikan untuk isterinya, Mumtaz Mahal yang meninggal setelah melahirkan anaknya yang keempat belas. Tidak heran jika Taj Mahal disebut sebagai Monument to Love. Menurut cerita, Taj bisa berarti kependekan nama isterinya tetapi bisa pula bermakna ''mustika'' atau ''crown'', sedangkan Mahal adalah bangunan megah bak istana. Kekhasan lainnya, bangunan tersebut didirikan di tepi Sungai Yamuna yang dipercayai penganut Hindu sebagai sungai sakral kedua setelah Gangga.
Cerita tentang keagungan dan kemegahan Taj Mahal yang terletak di Agra, sekitar 250 kilometer dari New Delhi menjadi daya tarik bagi siapa pun untuk melihat. Wajar saja, pada suatu buku panduan turis disebutkan mengenai ''kewajiban'' berkunjung ke Taj Mahal kalau ke India. ''No visit India is completed without an expedition to this shrine of mystique and love'' (Kunjungan ke India belumlah lengkap tanpa berekspedisi ke tempat suci mistis dan cinta ini), begitu bunyinya.
Tak cuma itu, kekalokaan alias kepopuleran Taj Mahal membuat seorang miliarder Bangladesh membangun replikanya di pinggiran kota Dakka. Hindustan Times (edisi 11 Desember 2008) menuliskan bahwa pembangunan Taj Mahal tiruan itu memakan waktu dua tahun. Alasan sang miliarder cukup sederhana: orang Bangaladesh pun sangat ingin melihat Taj Mahal, tetapi mereka tidak mampu mewujudkannya karena biayanya sangat mahal. Apa yang dilakukan sang miliarder membuat Pemerintah India merasa tidak senang dan akan melakukan upaya hukum jika memang detail bangunan replika menyerupai persis dengan bentuk aslinya. Mencontek monumen bersejarah dipandang sebagai pelanggaran hak cipta.
Pada kondisi normal, rerata pengunjung Taj Mahal mencapai delapan juta orang per tahun atau sekitar 20 ribu orang tiap hari. Namun serangan teror di Mumbai itu membuat jumlah pengunjung mengalami penurunan sampai 60%. Hanya saja, yang patut dicontoh adalah upaya Pemerintah India melakukan konservasi bangunan bersejarah yang masuk dalam daftar warisan dunia (world heritage) UNESCO atau disebut sebagai keajaiban dunia ketujuh.
Kalau ke sana, kendaraan pengunjung harus diparkir pada pemberhentian sejauh 1,5 km dari lokasi Taj Mahal dan harus berganti dengan bus bertenaga baterai yang tidak menimbulkan polusi dan kebisingan. Di titik pemberhentian itu, pengunjung juga bisa berganti dokar, becak, atau berjalan kaki. Ketika mulai menapaki bangunan luar Taj Mahal, pengunjung harus melepas alas kaki atau membungkus sepatunya dengan kantung kain berwarna putih yang diberikan petugas setelah membeli karcis. Kenapa harus begitu? Ini cara pengelola tempat bersejarah yang sangat cergas. Sebab, dengan begitu batuan bangunan dan ornamen lantai tidak kotor. Begitu pula, telapak sepatu ribuan pengunjung dikhawatirkan akan melampaui daya dukung struktur batuan Taj Mahal.
Perlu diketahui, arsitek Taj Mahal yaitu seorang berkebangsaan Iran bernama Ustad Ahmad Lahauri telah merancang bangunan tersebut dengan visi konservasi. Taj Mahal yang berdiri pada keluasan 35 hektare itu dikitari ruang terbuka hijau dan taman yang sangat luas. Dengan kondisi seperti itu, pusat perhatian pengunjung bisa terpencar. Di samping itu, masjid di sebelah timurnya dan replika masjid pada sisi barat juga menjadi daya tarik pengunjung. Demikian juga Sungai Yamuna di sisi selatannya yang memiliki aliran air tenang, pun menjadi pusat keterpesonaan pengunjung. Walhasil, aktivitas pengunjung tidak terpusat pada bangunan utama dalam waktu yang bersamaan. Lebih-lebih lagi, bentuk bangunan Taj Mahal yang simetris semua sisinya tampak sama ketika dipandang. Jadi, pengunjung bisa memandanginya dari berbagai penjuru secara terpencar.
Selain dikonservasi, keagungan Taj Mahal juga sangat berdaya untuk kepentingan bisnis. Konon para tenaga yang membangun Taj Mahal berasal dari suatu daerah yang disebut Makrana, tempat asal batuan marmer yang ada di situ. Anak keturunan ahli pahat batu itu sekarang berjumlah 17 orang dan tinggal di sekitar Taj Mahal. Merekalah yang diizinkan untuk menggunakan masjid di sisi timur untuk bersembahyang Jumat.
Keahlian memahat orang-orang Makrana itu didayagunakan oleh perusahaan batu marmer untuk mendongkrak nilai jual produknya. Pengunjung yang datang melalui biro perjalanan pasti dibawa singgah dan melihat kepiawaian pemahat ini mengasah batu menjadi berbagai komoditas seperti meja dan hiasan dinding yang sangat artistik. Harganya mulai dari 300 sampai 1.500 dolar AS. Kalau orang berkantung tebal dan membayangkan bisa memiliki meja marmer dan hiasan dinding mirip pahatan sekaliber Taj Mahal tentu akan tergiur membelinya.
Komersialisasi seperti itu mengingatkan saya pada nasib Candi Borobudur yang tak kalah agung dari Taj Mahal. Pada bangunan untuk Ratu Mumtaz itu, komersialisasi tidak sampai mengorbankan nilai bangunan bersejarahnya, tetapi tidak demikian dengan Borobudur. Upaya-upaya pemerintah kita meningkatkan nilai jual agar wisatawan betah lebih lama tinggal di sekitar lokasi itu pernah membuat candi kebanggaan kita itu beberapa kali diancam bakal dicabut dari daftar warisan budaya Dunia oleh UNESCO.
Mau contoh? Pada sekitar tahun 1997, pemerintah Indonesia akan membangun pertunjukan cahaya dan suara atau multimedia show (MMS) dengan teknologi canggih dari Perancis. Pertunjukkan malam hari yang menggambarkan kehidupan masa lalu di sekitar candi itu dikhawatirkan akan mempercepat pelapukan batuan candi. Selain itu, getaran yang ditimbulkan oleh suara MMS akan mengganggu struktur batuan candi.
Begitu pula, pada 2002 dan 2003, Borobudur kembali heboh oleh rencana pemerintah menata pedagang asongan dengan konsep Jagad Jawa atau shopping street di zona 2. Padahal area itu merupakan zona penyangga dan hanya kegiatan-kegiatan yang menunjang pelestarian candi saja yang diperbolehkan. Dengan demikian kegiatan komersial seperti hotel dan kereta mini bermesin seharusnya memang tidak berada di zona penyangga itu. Benarlah dalam hal toleransi beragama, mungkin kita lebih baik ketimbang India. Tetapi untuk urusan konservasi dan komersialisasi bangunan bersejarah, seyogianya kita juga harus banyak belajar dari India, khususnya bagaimana negara itu mengelola Taj Mahal.
Tragika sang Raja Pecinta
AGRA tempat Taj Mahal berada merupakan satu dari 12 provinsi dari Kerajaan Mughal. Provinsi itu terdiri atas 13 divisi (sekarang mungkin setingkat kota/kabupaten) termasuk Agra sendiri. Dalam buku Taj Mahal: Agra and Fatehpur Sikri disebutkan bahwa Agra memiliki iklim yang sedang dan sehat. Sungai Yamuna yang mengalir tenang sepanjang 5 kilometer melengkapi kecantikan kota tersebut. Di kiri-kanan tepian sungai itu berdiri banyak rumah, vila, dan kuil persembahyangan. Maklumlah, Yamuna diperlakukan sebagai sungai sakral kedua setelah Sungai Gangga. Istana kerajaan dibangun dengan batu berwarna merah terdiri dari 500 bangunan yang dipersiapkan dengan teliti dan cermat. Pada kondisi seperti itulah, Agra menjadi ibukota Kerajaan Mughal selama hampir satu abad.
Shah Jehan merupakan keturunan kelima dari Dinasti Mughal yang naik takhta pada 1628. Di bawah kekuasaannya, dinasti itu mengalami masa keemasan. Sebagai raja, dia memimpin dengan sepenuh hati dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk kejayaan negeri. Konon, secara personal dia mengawasi setiap detail tata pemerintahan dan menunjuk orang-orang yang memiliki kemampuan kampiun menjadi menteri. Dia dikenal sebagai muslim ortodoks tetapi tidak pernah berlaku diskriminatif terhadap penganut non-Islam.
Tak hanya Taj Mahal, sang raja juga mendirikan Masjid Moti pada sisi timur Taj Mahal. Selain itu, dia juga mendirikan bangunan-bangunan terkenal di Delhi. Tahun 1636-1637, dia juga membangun Diwan I Khas, sebuah hall yang dipergunakan untuk menerima surat-surat kepercayaan dari duta besar mancanegara. Shah Jehan juga membangun Diwan I Aam yang berstruktur kayu, sebuah bangunan yang jadi simbol demokrasi karena difungsikan sebagai tempat mendengarkan petisi.
Mesjid Moti dengan tiga kubah dalam format marmer putih dipercayai sebagai penghubung antara dunia dan surga. Masjid itu tampak sangat agung, berwibawa dengan proporsi yang sempurna. Tidak jauh dari pelataran mesjid, terdapat tempat yang disebut sebagai Ladies Meena Bazzar tempat para pedagang perempuan datang dan berjualan. Kecuali sang raja, kaum laki-laki dilarang masuk ke tempat tersebut. Konon di sanalah kali kali Shah Jehan bertemu dengan Arjumand Bana yang kemudian dikenal dengan nama Mumtaz Mahal.
Taj Mahal dibangun telah lebih dari 350 tahun yang lalu tetapi aura romantisnya masih belum hilang dan menarik jutaan turis setiap tahun untuk mengunjunginya. Kekuatan magis yang tidak pernah luntur menjadikannya sebagai satu dari monumen warisan dunia. Ya, kekuatan magis cinta seperti tertera alam untaian kata-kata yang diguratkan Shah Jehan: pandangan dari bangunan megah yang menggugah rasa kesedihan/bayangan bulan dan matahari pun menitikkan air mata/di duniatempat bangunan megah itu dibuat,/menyuguhkan keagungan sang Mahapencipta.
Puisi itu mengingatkan kita bahwa di balik kemegahan Taj Mahal, ada rasa cinta mendalam yang abadi dari Shah Jehan kepada isterinya.
Sayang sekali, masa tua raja yang bijaksana, cakap, dan memiliki citarasa seni tinggi itu kurang bagus. Dia dipenjarakan oleh anaknya sendiri yang berambisi mengambil alih kekuasaan. Anaknya yang bernama Aurangzeb membiarkan Shah Jehan meninggal dipenjara dengan memandang Taj Mahal. Sungguh sebuah akhir perjalanan yang tragis.
Atas nama cinta, Kaisar Mughal, Shah Jehan membangun sebuah musoleum untuk istrinya, Mumtaz Mahal. Butuh 22 tahun mendirikan bangunan yang dilapis marmer putih dan mozaik indah. Kisah pembangunan Taj Mahal --demikian nama bangunan itu-- membuatnya menjadi simbol cinta abadi. Monumen cinta.

             Namun, keajaiban arsitektural dunia itu terancam tinggal sejarah. Monumen itu diperkirakan runtuh dalam waktu kurang dari lima tahun, jika pemerintah India tidak bertindak menangani bencana lingkungan yang jadi penyebabnya.

             Para ahli konservasi dan politisi mengatakan, pondasi Taj Mahal yang saat ini berusia 358 tahun itu membusuk karena didera kekeringan. Sungai yang mengalir di dekatnya kering kerontang akibat polusi, industri, dan deforestasi. Dasar bangunan itu kini mulai rapuh dan hancur.

            Tahun lalu, retakan dijumpai di beberapa bagian makam, sedangkan empat menara yang mengelilinginya menunjukkan tanda-tanda miring. Taj Mahal adalah atraksi turis utama India. Sekitar empat juta orang mengunjunginya tiap tahun. Citranya yang romantis membuat jutaan orang mengabadikan foto bersamanya --termasuk Putri Diana yang berpose di depan Taj Mahal, sendirian, pasca bercerai dengan Pangeran Charles.

           Ramshankar Katheria, anggota parlemen Agra yang memimpin kampanye penyelamatan Taj Mahal mengatakan, Taj Mahal sedang terancam. "Taj Mahal bisa menjadi gua dalam dua sampai lima tahun lagi," kata dia, seperti dimuat Daily Mail.  Keajaiban ini terancam kehilangan sinarnya. "Menara juga akan runtuh karena pondasinya yang dari kayu, terkubur dalam sumur, membusuk akibat kekurangan air," tambah dia.


Sementara itu, Profesor Ram Nath mengatakan, Taj Mahal berdiri di tepi Sungai Yamuna yang saat ini mengering. "Kondisi saat ini tak diantisipasi oleh orang-orang yang membangunnya. Padahal sungai ini memiliki arti fundamental. Jika sungai ini kering dan mati, sejarah Taj Mahal akan berakhir," ujar dia.  Aktivis lingkungan percaya, kampanye penanaman pohon dan jaringan pipa air bisa memperbaiki situasi kekeringan sungai, kekurangan air minum, termasuk menyelamatkan Taj Mahal.

Sumber :

Senin, 28 April 2014

hong kong

HONG KONG

Sejarah
Wilayah Hong Kong diperkirakan sudah mulai ditinggali manusia sejak zaman Neolitikum namun baru dikenal secara luas saat Hong Kong diserahkan kepada Britania Raya setelah Perang Opium di abad ke-19. Sebelumnya pada 1513pelaut PortugisJorge Álvares, menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi Hong Kong.
Dalam Konvensi Peking tahun 1860 setelah Perang Opium KeduaSemenanjung Kowloon dan Stonecutter's Island diserahkan kepada Britania Raya sedangkan New Territories, termasuk Pulau Lantau, disewakan pada Britania untuk 99 tahun sejak 1 Juli1898 dan berakhir 30 Juni 1997.
Agama
Sebagian besar penduduk Hong Kong beragama Buddha 700.000, Katholik 353.000, Protestan 320.000Islam 90.000, Hindu40.000, Sikh 8.000. Yahudi 4.000.[rujukan?]
Geografi
Hong Kong terdiri dari Pulau Hong KongKowloon, dan New Territories jika diurutkan dari selatan . Di sebelah utara New Territories terdapat kota Shenzhen di seberang Sungai Sham Chun (Sungai Shenzhen). Di antara 236 pulau di Hong Kong,Pulau Lantau adalah yang terbesar sedangkan Hong Kong adalah yang kedua terbesar dan populasinya adalah yang terbesar. Pulau yang paling padat adalah Ap Lei Chau.
Semenanjung Kowloon menempel ke New Territories di utara, dan New Territories menempel ke Tiongkok daratan di seberangSungai Sham Chun (Sungai Shenzhen). Hong Kong memiliki 236 pulau di Laut China Selatan, yang di mana Pulau Lantaumerupakan pulau terbesar dan pulau Hong Kong yang kedua terbesar dan paling besar populasinya. Ap Lei Chau merupakan yang paling padat penduduknya di Hong Kong dan di dunia.
Transportasi
Dari dan Ke
Hong Kong dilayani oleh Bandara Internasional Hong Kong di Chek Lap Kok namun lebih sering dikatakan terletak di LantauBandara tersebut menggantikan Bandara Internasional Kai Tak pada tahun 1998 dan menjadi pusat untuk Cathay Pacific AirwaysDragonairAir Hong Kong, dan Hong Kong Express. Maskapai Cathay Pacific dan bandara ini pernah mendapatkan penghargaan sebagai yang terbaik di dunia oleh Skytrax. Pada 2004, bandara ini melayani 36 juta penumpang.
Dalam Kota
Hong Kong memiliki sistem transportasi dalam kota yang mapan dan modern yang terdiri dari kereta apibustramferi, dan taksi. Hampir semua layanan transportasi dapat dibayar menggunakan Octopus Card.
Jaringan kereta bawah tanah dikelola oleh MTR Corporation Limited yang mengelola MTR dan Kowloon-Canton Railway Corporation yang mengelola KCR sedangkan layanan tramnya adalah satu-satunya di dunia yang memakai kereta tram dua tingkat. Jaringan bus dikelola oleh 5 operator yang menggunakan bus dua tingkat seperti terdapat diLondon dan Singapura. Terdapat pula layanan taksi yang 99% armadanya menggunakan LPG.
Layanan feri yang paling dikenal adalah Star Ferry yang menyeberangi Victoria Harbour antara Tsim Sha TsuiCentralWan Chai, dan Hung Hom.
Pariwisata
Pariwisata adalah salah satu tonggak utama perekonomian Hong Kong dengan 21,81 juta orang turis pada tahun 2004. SelamaJanuari sampai April 2005, jumlah turis terus meningkat sebesar 11,1% dan mencapai 7,41 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setelah dibukanya Hong Kong Disneyland Resort pada bulan September 2005.
Beberapa lokasi dan daerah yang menjadi tujuan wisata antara lain
Kowloon
·         Avenue of Stars
·         Star Ferry
Hong Kong
·         Victoria Peak
·         Museum Madam Tussauds
·         Victoria Harbour
·         Pertunjukan Symphony of Lights
·         Aberdeen
·         Ocean Park
·         Menara Bank of China
Lantau
·         Po Lin Monastery
·         Tian Tan Buddha
·         Tai O
·         Hong Kong Disneyland Resort
·         Hong Kong Disneyland
·         Jembatan Tsing Ma
·         Jembatan Ting Kau